Kamis, 25 Agustus 2011

SJSN dan BPJS rawan kerentanan

Diskusi Publik Perhimpunan Rakyat Pekerja
ACEH MINUTES] Jakarta, 15 Agustus 2011 – Bagaimana sebenarnya kondisi pelayanan sosial yang ada sekarang ini dan sejauh mana negara telah memenuhi tanggungjawabnya dalam memenuhi hak rakyat atas pelayanan sosial yang berkualitas? Apakah betul SJSN dan BPJS bisa memenuhi hak rakyat atas pelayanan sosial yang berkualitas? Setidaknya beberapa hal itulah yang ingin dijawab dalam diskusi publik PRP yang bertajuk “Mencari Perlindungan Sosial yang Ideal bagi Rakyat”. Diskusi publik tersebut menghadirkan pembicara Said Iqbal (Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial - KAJS), Marlo Sitompul (Serikat Rakyat Miskin Kota – SRMI) dan Muhammad Ridha (Perhimpunan Rakyat Pekerja – PRP).

KAJS, sebagai salah satu aliansi dari berbagai organisasi yang mendukung pengesahan RUU BPJS, saat ini sudah menghasilkan satu paper tentang sistem jaminan sosial. Bagi KAJS, sudah 7 tahun pemerintah lalai untuk menerapkan sistem jaminan sosial yang telah diatur dalam UU No 40 tahun 2004. Menurut Said Iqbal sistem jaminan sosial yang diterapkan di Indonesia tidak dapat memenuhi jaminan kesehatan seumur hidup untuk seluruh rakyat Indonesia. “Kenapa hanya pegawai negeri, anggota TNI dan Polri beserta keluarganya yang berjumlah 16,3 juta orang saja yang memiliki jaminan kesehatan seumur hidup? Bagaimana dengan buruh/pekerja swasta yang selama ini hanya bersandar pada Jamsostek dan Jaminan Kesehatan? Buruh/pekerja swasta pun bisa dipenuhi oleh Jasostek atau Jaminan Kesehatan, hanya bagi yang bekerja saja, bagaimana dengan yang sudah tidak bekerja?”, ujar Said Iqbal.

dari kiri ke kanan: Said Iqbal (KAJS), Muhammad Bijiyanto
(Moderator - PRP), Marlo Sitompul (SRMI), Muhammad Ridha (PRP)

Jaminan pensiun pun bermasalah di Indonesia. Hanya sekitar 500 perusahaan dari 237.000 perusahaan yang wajib mendaftarkan pekerjanya mendapatkan jaminan pensiun. “Jadi, hanya 0,02 persen buruh punya jaminan pensiun di Indonesia. Maka kami menggugat, kenapa buruh tidak punya jaminan pensiun?”, katanya.

“Gugatan berikutnya, kami bukan tidak setuju rakyat miskin mendapatkan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Yang kita gugat adalah kenapa di Jamsostek ada limitasi, sementara bagi peserta Jamkesmas tidak ada limitasi. Kami menggugat itu karena ada diskriminasi. Kalau ada jaminan kesehatan berarti bagi seluruh rakyat dan unlimited seumur hidup. Kedua, seluruh pekerja swasta wajib hukumnya mendapatkan pensiun. Ketiga, tidak ada diskriminasi”, katanya lagi. Maka dari itu, menurutnya, beranjak dari yang ada RUU BPJS sebagai turunan dari pelaksanaan sistem jaminan sosial harus dijalankan di Indonesia.

Namun perdebatan apakah UU SJSN dan RUU BPJS ini dapat menjadi jawaban perlindungan sosial di Indonesia menjadi menarik ketika kita melihat UUD 1945. Dalam UU 1945 sudah dijelaskan secara tegas bahwa semua hak ekonomi sosial dan segala macamnya dijamin dalam UUD 1945. Yang menarik adalah di dalam konsideran UU SJSN dan RUU BPJS pasal 1, tidak ada satupun pernyataan yang mengatakan bahwa negara bertanggungjawab menyelenggarakan perlindungan atas hak-hak tersebut. Bahkan dalam pasal 2 disebutkan bahwa jaminan sosial adalah asuransi sosial. 

“BPJS problemnya adalah walaupun dia salah satu bentuk universalisasi karena setiap orang punya akses kesana melalui pembayaran premi, tetapi model jaminan sosial ini adalah model asuransi yang pada dasarnya diskriminatif. Kalau kita menerima model asuransi ini sebagai bentuk jaminan sosial berarti kita menerima proses diskriminatif secara sistemik”, ujar Muhammad Ridha dari PRP. Pengelolaan dana dalam model asuransi memang tidak transparan dan dapat digunakan untuk apapun, tergantung keinginan wali amanah yang akan dibentuk sebagai pengelola BPJS. Menurut Ridha, model asuransi sosial ini tidak ada jaminan akan mengalami kerentanan di kemudian hari.

Dalam SJSN dan BPJS juga menihilkan peran negara untuk terlibat secara langsung. Padahal dalam UUD 1945, dijelaskan tanggung jawab negara untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara. “Fakir miskin dan anak terlantar wajib dipelihara oleh negara, dan negara wajib memberikan jaminan sosial,” ujar Marlo Sitompul. Hal ini kemudian ditambahkan oleh Ridha dengan penguatan peran negara dalam melakukan tanggung jawabnya untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara. (Citizen Journalism Ari Yurinov)