Jumat, 09 September 2011

Amuk Keluarga Pasien Itu Teguran bagi RSUZA

ACEH MINUTES | Seorang keluarga pasien mengamuk di ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh, Rabu (7/9) pagi. Ia bahkan sempat mengeluarkan pistol untuk menembak dokter. Pelaku disebut-sebut kecewa karena orangtuanya lambat dioperasi sehingga nyawanya tak tertolong. 

Pria yang mengaku bernama Fadil bersama enam rekannya langsung mengamuk sambil menyerang dr Rozi Fadhori. Para perawat yang berusaha melerai malah dipukul hingga berdarah-darah. Sambil memukul si perawat, pelaku mengeluarkan pistol mengancam tembak Dokter Rozi yang ternyata sudah sempat melarikan diri. 

Beberapa saat setelah itu, polisi datang dan mengamankan pelaku ke ruang IGD. Sedangkan Dokter Rozi Fadhori bersama dua perawat, melaporkan secara resmi kasus pemukulan dan pengancaman tembak itu ke Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh. Motif pemukulan itu sudah jelas bahwa sang pelaku kecewa karena buruknya layanan pihak RSUZA hingga nyawa orangtuanya tak tertolong. 

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh meminta Direktur RSUZA benar-benar mengawal kasus ini. Begitu juga kepada penegak hukum untuk mengusut tuntas, jika tidak maka tak ada jaminan keselamatan terhadap dokter yang bertugas melayani pasien. “Kami dari IDI juga akan mengawal khusus kasus ini, bahkan menggelar rapat, termasuk kemudian nanti mempublikasikan ke media massa,” demikian Ketua IDI Aceh. 

Dokter Rozi dan dua perawat yang kena pukul itu sesungguhnya hanya tumbal dari sekian banyak kemarahan masyarakat, terutama keluarga pasien atas buruknya layanan pihak RSUZA selama ini. Temuan paling mutakhir adalah ketika inspeksi mendadak ke RSUZA usai Idul Fitri pekan lalu, Wagub Muhammad mendapat laporan tentang adanya sejumlah pasien JKA yang dipungut biaya di RS itu. 

Makanya, boleh saja keluarga pasien tadi menjadi tersalah karena memukul dokter dan perawat. Tapi, pihak RSUZA juga harus tahu diri bahwa selama ini sangat sering mengecewakan masyarakat. Kasus keluarga pasien marah-marah kepada dokter dan perawat bukan sekali ini saja terjadi. Tapi, coba amati saja di ruang IGD, hampir setiap hari ada keluarga yang pasien marah karena lambannya penanganan terhadap orang sakit.

Dokter Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum IDI Pusat dalam satu kesempata pernah mengatakan, “Berapa besar kesalahan medik terjadi dalam sebuah rumah sakit akan sulit diketahui karena kecenderungan dokter untuk mengelak jika dinyatakan ada kesalahan.”

Oleh sebab itulah, menurut Kartono, di negara-negara maju sudah dibentuk tim atau komisi independen pemantau pelayanan medik di setiap rumah sakit. Dengan demikian, dokter yang bertindak salah akan langsung ketahuan tanpa bisa mengelak seperti selama ini di Indonesia. Nah?(Serambinews.com)