Sabtu, 10 September 2011

Polisi Periksa Saksi Kasus RSUZA

Kapolresta Banda Aceh
BANDA ACEH | ACEH MINUTES - Penyidik Polresta Banda Aceh, Jumat (9/9) pagi, mulai mengintensifkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, terkait dugaan pemukulan dan pengancaman menggunakan pistol yang dialami oleh dokter serta perawat di Ruang High Care Unit (HCU) RSUZA Banda Aceh, Rabu (7/9) pagi. 

Berdasarkan pemeriksaaan tiga dari keempat saksi yang dimintai kesaksiannya, pagi kemarin diperoleh keterangan bahwa peristiwa yang menimpa dokter dan perawat di RSUZA, Banda Aceh, Rabu (7/9) pagi, akibat ketidakpuasan keluarga pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit tersebut. Sehingga timbul tindakan kekerasan disertai ancaman tembak yang menurut polisi dilakukan Bripda Mulya.

“Keterangan itu disampaikan ketiga perawat yang sudah dimintai keterangannya tadi pagi (kemarin-red). Ketiga perawat itu, yakni Zul Efendi, Hamdardi dan Mariamah yang kebetulan juga bertugas saat kejadian itu,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Drs Armensyah Thay kepada Serambi, Jumat (9/9).

Menurut Kapolresta Banda Aceh, pihak keluarga pasien menuding tim medis RSUZA Banda Aceh lalai menyebabkan Kartini binti Abdullah (55) ibu kandung pelaku meninggal dunia. Kapolresta Banda Aceh juga menyebutkan, keterangan saksi lainnya, yaitu dr Rozi Fadhori juga tak beda jauh dengan keterangan tiga saksi dari kalangan perawat. Pun demikian, kata Armensyah Thay, bila tindakan kekerasan dan pengancaman tembak memang terjadi dan dilakukan oleh pelaku, tetap tidak dapat ditolerir, apapun itu alasannya. “Semua saksi yang kita minta keterangannya itu baru dari pihak RSUZA. Sedangkan dari pihak terlapor belum dimintai keterangannya, karena masih dalam suasana berkabung,” papar Armensyah Thay.

Diragukan
Sumber-sumber kepolisian di Polresta Banda Aceh menyebutkan, Bripda Mulya yang disebut-sebut memukul perawat dan tenaga medis RSUZA serta mengancam dengan pistol, masih diragukan. Pasalnya, kata seorang sumber, setingkat polisi berpangkat Bripda sangat tidak mungkin mengantongi senjata, apalagi jenis FN. Kecuali, bila pelaku dimaksud bertugas sebagai spri atau ajudan petinggi Polri. “Keterangan yang kami peroleh dari pihak Propam Polda Aceh juga menyebutkan Bripda Mulya tidak memiliki senjata api. Sehingga bagaimana fakta yang sebenarnya masih diragukan,” sebut sumber di kepolisian.

Rekam medis
Kasus dugaan tindak kekerasan terhadap dokter dan perawat di RSUZA juga mendapat perhatian serius Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Direktur YARA, Safaruddin SH mengatakan tak bisa sepenuhnya menyalahkan tindakan Bripda Mulya. Pasalnya pelayanan di RSUZA memang masih kurang bagus. “Kami juga pernah melaporkan kasus dugaan malapraktik hingga menyebabkan pasien Riza Nova Rianti (9) meninggal dunia. Kami juga melapor karena pihak RSUZA tak bersedia memberi isi rekam medis perawatan Riza. Namun, laporan ini belum ditindaklanjuti polisi,” tulis Safaruddin dalam siaran pers yang diterima Serambi, Jumat kemarin. 

Terhadap kasus Bripda Mulya, Safaruddin menyarankan agar Kapolda Aceh mempelajari rekam medis Almarhumah Kartini binti Abdullah, ibunda Bripda Mulya. Apakah pasien yang mengalami pendarahan di kepala sudah mendapat pelayanan sesuai standar medis atau belum di RSUZA sehingga meninggal sebelum dioperasi. 

“Jika belum, itu namanya malapraktik medis. Sedangkan tindakan Bripda Mulya merupakan ungkapan emosi sesaat di luar kontrol. Dengan kejadian ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah Aceh dan DPRA,” harapnya. YARA juga berharap RSUZA membenahi manajemennya. Semua dokter harus masuk sesuai jadwal. Tujuannya agar pasien tak hanya dilayani dokter umum yang piket pada malam hari.(serambinews)