Rabu, 14 September 2011

Dewan Transisi Nasional Terpecah

TRIPOLI | ACEH MINUTES - Perpecahan tampak terlihat dalam tubuh Dewan Transisi Nasional (oposisi Libya/NTC) yang saat ini menjadi penguasa Libya. Hal tersebut terjadi antara kubu sekuler dan Islamis dalam NTC.

Masing-masing kubu di dalam NTC saling bersiteru dan saling menuding. Kelompok sekuler didominasi oleh kaum teknokrat dan kelompok Islamis didukung oleh Ikhwanul Muslimin (IM) yang menentang Moammar Khadafi.

"Ada kekhawatiran, ketegangan antarkubu tersebut dapat menghambat rekonstruksi Libya," ujar salah satu pejabat negara Barat di Libya, seperti dikutip IOL, Selasa (13/9/2011).

Ketua NTC Mustafa Abdul Jalil saat ini menjadi seseorang yang harus menjalankan pemerintahan. Mustafa merupakan satu-satunya sosok yang mendapatkan dukungan dari pihak luar, dan juga dihormati warga Libya karena mengkritik Khadafi.

"Mustafa mencoba untuk menjaga kedamaian di antara kedua kubu di NTC. Dirinya mencoba untuk menyeimbangkan dua kubu tersebut dan menjaga komunitas internasional gembira. Ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit," ujar sumber yang tak mau disebut identitasnya.

Kubu sekuler dipimpin oleh Mahmoud Jibril, seorang pria didikan Amerika Serikat (AS) yang saat ini menjadi Perdana Menteri sementara. Dirinya cukup terkenal oleh Barat dan selalu mencoba untuk mendapatkan dukungan masyarakat internasional.

Dari kubu Islamis, figur yang muncul adalah Abdel Hakim Belhaj, dirinya tergabung dalam organisasi militan yang menentang Khadafi. Saat ini Belhaj menjadi Komandan Dewan Militer Tripoli. Kubu Islamis juga sudah menekan Jibril agar mengundurkan diri.

"Kami rasa Mahmoud Jibril sudah tidak lagi dipercaya oleh masyarakat di Kota Tripoli, Misrata, dan wilayah pegunungan bagian barat," ujar Anes Sharif, juru bicara kubu Islamis.

Terjadinya perpecahan dalam tubuh NTC dinilai akan semakin menyulitkan masa depan Libya. NTC bertugas untuk mengisi kekosongan di Libya sepeninggal Khadafi.

Tantangan yang akan dihadapi oleh NTC juga dinilai sangat berat seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian Libya dan rusaknya infrastruktur kota.(okezone.com)