Kamis, 11 Agustus 2011

Tawa Libya dan Iran Atas Kerusuhan Inggris

LONDON - Sebuah negara yang dipenuhi oleh tindak kekerasan serta diwarnai pertanyaan tentang kebijakannya. Hal seperti itu sepertinya umum di negara yang terlibat konflik seperti di Arab saat ini. Tapi bagaimana bila hal itu diarahkan ke negara maju seperti Inggris?

Hal inilah yang dipertanyakan oleh Iran dan Libya terhadap Inggris atas kerusuhan yang terjadi. Kedua negara yang biasanya dikritik atas kebijakan mereka, balik melakukan kritik atas Inggris dalam menghadapi aksi kerusuhan yang melanda sejak Sabtu 6 Agustus lalu.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang biasa menjadi sasaran empuk dari negara barat atas kebijakan represifnya saat terjadi protes hasil pemilu 2009 lalu, melemparkan kritikan balasan kepada Inggris.

Ahmadinejad mengecam keras tindakan polisi Inggris yang menembak mati Mark Duggan, seorang warga kulit hitam Tottenham pada Sabtu 6 Agustus lalu. Kematian Duggan ini memicu terjadinya protes warga yang berujung pada kerusuhan dan penjarahan di London.

Komentarnya diikuti pendapat serupa yang dikeluarkan oleh pemimpin Libya Muammar Khadafi. Pemimpin Libya tersebut menilai Perdana Menteri David Cameron sudah tidak pantas memimpin Inggris.

"Cameron dan kroninya harus turun dari jabatannya setelah kekerasan yang terjadi. Aksi yang terjadi saat ini menunjukan rakyat Inggris tidak menerima pemerintah mereka," tegas Khadafi seperti dikutip CNN, Kamis (11/8/2011).

Khadafi juga mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk tidak tinggal diam menghadapi masalah ini. Menurutnya PBB harus bergerak menghadapi pelanggaran HAM yang dihadapi rakyat Inggris saat ini.

Pernyataan kedua pemimpin ini seperti menunjukan dendam yang dimiliki mereka atas Inggris. Insiden yang terjadi di Inggris saat ini membentuk momentum bagi Libya dan Iran untuk menyerang Negeri Ratu Elizabeth itu.
sumber: okezone