Senin, 08 Agustus 2011

Dunia Bahas Dampak Krisis Utang AS dan Eropa


Washington - Para pembuat kebijakan di dunia mengadakan pertemuan darurat pada Minggu (7/8) untuk mendiskusikan masalah krisis utang di Eropa dan Amerika Serikat yang dinilai bisa menyeret ke dalam resesi. 

Seminggu setelah berhasil meloloskan penaikan pagu utang hingga $2,5 triliun, para pembuat kebijakan di AS masih sulit meyakinkan para investor bahwa pemerintah memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengurangi utang-utangnya. 

Pihak Korea Selatan mengatakan deputi-deputi keuangan negara ekonomi maju G-20 telah berkumpul untuk berdiskusi mengenai krisis utang Eropa dan masalah penurunan peringkat utang pada Minggu pagi waktu Asia. 

Di tempat lain, sumber di pemerintahan Jepang mengatakan para pemimpin keuangan negara kaya G-7 juga tengah berencana melakukan pembicaraan mengenai krisis tersebut meski belum mengumumkan waktu pembicaraan tersebut. 

Bank Sentral Eropa (ECB) juga dikabarkan telah melakukan pembicaraan pada Minggu siang, suatu hal yang jarang terjadi di ECB. Investor berharap bank sentral segera mengambil langkah membeli surat berharga Spanyol dan Italia untuk menekan harga dua surat berharga itu. Namun, dewan ECB masih belum menemukan kata sepakat mengenai langkah tersebut. 

Sementara, Presiden Perancis sekaligus pemimpin G7/G20 Nicolas Sarkozy telah bertemu dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron Sabtu lalu. 

Di Washington, penasihat ekonomi gedung putih menkritik keras lembaga pemeringkat utang Standard and Poor's yang telah memangkas peringkat kredit AS dari AAA ke AA+. Penurunan ini berpotensi menimbulkan riak di pasar dan mendongkrak ongkos peminjaman, dua hal yang menjauhkan ekonomi AS dari pemulihan. 

Sementara itu, negara mitra ekonomi AS menanggapi penurunan tersebut dengan tenang. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan mengatakan kepercayaan mereka terhadap surat berharga AS tetap bergeming. 

"Saya menyatakan posisi negara kami dalam pembicaraan G20 bahwa tidak akan ada perubahan mendadak dalam kebijakan cadangan devisa kami. Tidak ada alternatif lain (selain obligasi AS) yang dapat memberikan stabilitas sekaligus likuiditas," ujar Deputi Menteri Keuangan Korea Selatan Choi Jong-Ku kepada Reuters. 

Seoul memegang sejumlah besar obligasi AS dengan lebih dari $300 miliar dalam cadangan devisa mereka. 

Sejauh ini G7 belum mengumumkan waktu pembicaraan para menteri keuangannya dan para ekonom bank sentral. Namun, sumber lain dari Pemerintahan Jepang mengatakan, sebuah hal yang lumrah jika pembicaran diadakan sebelum pembukaan pasar.
sumber: MI.com