Senin, 26 September 2011

Pidato SBY Tentang Bom Solo Bentuk Kampanye RUU Intelijen

JAKARTA | ACEH MINUTES - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pidato menanggapi bom bunuh diri di Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah beberapa jam usai kejadian. Dalam pidato tersebut disusupi kampanye RUU Intelijen supaya bisa segera disahkan.

Tak ayal, hal ini ditentang kelompok-kelompok masyarakat. "Saya bersimpati, mengecam dan mengutuk tindakan terorisme. Tapi saya khawatir, ada kampanye RUU Intelejen untuk disahkan dalam pidato itu," ungkap Direktur Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/9/2011). 
Menurut Haris, pernyataan Presiden SBY merupakan tiket gratis supaya RUU Intelejen disahkan. Terorisme sebagai bentuk kejahatan serius harus ditumpas tapi bukan dengan cara potong kompas mensahkan RUU Intelejen. 

"Jangan jadi jalan pintas dengan mengambil jalan pintas hanya untuk merespon terorisme," terang Azhar.

Apalagi, saat ini ruang gerak aparat sudah diatur dalam KUHAP, UU Kepolisian atau UU Terorisme itu sendiri. Namun dengan adanya RUU Intelejen, para telik sandi ini bisa menangkap orang tanpa penghormatan terhadap HAM seperti yang tertuang dalam KUHAP. Sehingga tidak ada alasan meloloskan RUU Intelejen karena kasus terorisme tersebut.

"Saya khawatir, wajarlah tindakan terorisme karena intelijen lemah. Intelijen lemah karena tidak ada aturannya. Lalu dijawab dengan RUU Intelejen," tuntas Azhar.

Seperti diketahui, SBY menilai kembali terulangnya aksi teroris bom bunuh diri membuktikan bila tindakan preventif masih lemah. Ini tidak bisa dilepaskan karena belum adanya payung hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum tanpa dituding melanggar HAM atau represif.

"Hukum harus ditegakkan, rakyat harus dilindungi. Oleh karena itu saya berharap manakala UU yang kita miliki agar aparat intelijen dan kepolisian untuk cegah aksi terorisme itu memang harus dilakukan," tegas SBY.(detik.com)