Sabtu, 10 September 2011

[ACEH] Raqan Pilkada Macet


BANDA ACEH | ACEH MINUTES - Badan Legislasi (Banleg) DPRA yang diberi tugas oleh Pimpinan DPRA untuk menelaah isi Raqan Pilkada yang diajukan ulang oleh pihak eksekutif pada 8 September 2011 menyatakan raqan itu belum dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Banleg DPRA dalam suratnya kepada Pimpinan DPRA tertanggal 8 September 2011 menyatakan, raqan itu belum dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut dengan dua alasan. Alasan pertama, “materinya sama seperti yang sebelumnya” dan alasan kedua “tidak bisa dibahas dalam masa persidangan yang sama pada tahun yang sama.” 

Mengenai “tidak bisa dibahas dalam masa persidangan yang sama pada tahun yang sama”, menurut Banleg DPRA sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan Qanun. 

Namun, ketika Serambi memastikan isi Pasal 33 Qanun Nomor 3 Tahun 2007, bunyinya berbeda, yaitu; “Rancangan qanun yang tidak mendapat persetujuan bersama antara Gubernur/Bupati/Walikota dan DPRA/DPRK, tidak dapat diajukan kembali dalam masa persidangan yang sama.”

Ketua Banleg DPRA, Tgk Harun SSos yang dimintai penjelasannya terkait surat banleg ke Pimpinan DPRA membenarkan pihaknya telah menyampaikan hasil telahaan Raqan Pilkada yang disampaikan eksekutif kepada DPRA. “Hasil telahaan kami raqan itu belum dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut karena dua alasan. Pertama materinya sama seperti yang diserahkan sebelumnya, dan kedua karena dalam masa sidang yang sama tahun yang sama tidak boleh dilakukan pembahasan raqan yang sama,” kata Tgk Harun mengutip isi surat dimaksud.

Kecuali itu, tambah Tgk Harun, masih ada satu alasan lagi yang belum disampaikan secara tertulis oleh banleg kepada Pimpinan DPRA, yaitu mengenai perbedaan jumlah penduduk. Menurut data BPS, jumlah penduduk Aceh saat ini 4,4 juta jiwa, sementara menurut data yang dibuat Pemerintah Aceh jumlah penduduk Aceh mencapai 4,9 juta jiwa. “Perbedaan data jumlah penduduk itu juga membuat ragu banleg untuk melanjutkan pembahasan raqan karena terkait dengan data pemilih Pilkada di Aceh,” katanya.

Wakil Ketua I DPRA, Amir Helmi mengatakan, dirinya sudah menerima surat banleg mengenai hasil telahaan Raqan Pilkada. Amir Helmi membenarkan banleg belum dapat melakukan pembahasan lebih lanjut raqan tersebut dengan alasan sebagaimana disampaikan dalam surat banleg ke Pimpinan DPRA.

Menurut Amir, kendati banleg telah menyampaikan rekomendasinya kepada Pimpinan DPRA, tapi untuk menjadi sebuah keputusan lembaga, akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRA, Senin (12/9). “Dalam rapat bamus nanti diputuskan bisa atau tidak dilanjutkan pembahasan Raqan Pilkada tersebut,” ujar Amir Helmi.(serambinews)

Polisi Periksa Saksi Kasus RSUZA

Kapolresta Banda Aceh
BANDA ACEH | ACEH MINUTES - Penyidik Polresta Banda Aceh, Jumat (9/9) pagi, mulai mengintensifkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, terkait dugaan pemukulan dan pengancaman menggunakan pistol yang dialami oleh dokter serta perawat di Ruang High Care Unit (HCU) RSUZA Banda Aceh, Rabu (7/9) pagi. 

Berdasarkan pemeriksaaan tiga dari keempat saksi yang dimintai kesaksiannya, pagi kemarin diperoleh keterangan bahwa peristiwa yang menimpa dokter dan perawat di RSUZA, Banda Aceh, Rabu (7/9) pagi, akibat ketidakpuasan keluarga pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit tersebut. Sehingga timbul tindakan kekerasan disertai ancaman tembak yang menurut polisi dilakukan Bripda Mulya.

“Keterangan itu disampaikan ketiga perawat yang sudah dimintai keterangannya tadi pagi (kemarin-red). Ketiga perawat itu, yakni Zul Efendi, Hamdardi dan Mariamah yang kebetulan juga bertugas saat kejadian itu,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Drs Armensyah Thay kepada Serambi, Jumat (9/9).

Menurut Kapolresta Banda Aceh, pihak keluarga pasien menuding tim medis RSUZA Banda Aceh lalai menyebabkan Kartini binti Abdullah (55) ibu kandung pelaku meninggal dunia. Kapolresta Banda Aceh juga menyebutkan, keterangan saksi lainnya, yaitu dr Rozi Fadhori juga tak beda jauh dengan keterangan tiga saksi dari kalangan perawat. Pun demikian, kata Armensyah Thay, bila tindakan kekerasan dan pengancaman tembak memang terjadi dan dilakukan oleh pelaku, tetap tidak dapat ditolerir, apapun itu alasannya. “Semua saksi yang kita minta keterangannya itu baru dari pihak RSUZA. Sedangkan dari pihak terlapor belum dimintai keterangannya, karena masih dalam suasana berkabung,” papar Armensyah Thay.

Diragukan
Sumber-sumber kepolisian di Polresta Banda Aceh menyebutkan, Bripda Mulya yang disebut-sebut memukul perawat dan tenaga medis RSUZA serta mengancam dengan pistol, masih diragukan. Pasalnya, kata seorang sumber, setingkat polisi berpangkat Bripda sangat tidak mungkin mengantongi senjata, apalagi jenis FN. Kecuali, bila pelaku dimaksud bertugas sebagai spri atau ajudan petinggi Polri. “Keterangan yang kami peroleh dari pihak Propam Polda Aceh juga menyebutkan Bripda Mulya tidak memiliki senjata api. Sehingga bagaimana fakta yang sebenarnya masih diragukan,” sebut sumber di kepolisian.

Rekam medis
Kasus dugaan tindak kekerasan terhadap dokter dan perawat di RSUZA juga mendapat perhatian serius Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Direktur YARA, Safaruddin SH mengatakan tak bisa sepenuhnya menyalahkan tindakan Bripda Mulya. Pasalnya pelayanan di RSUZA memang masih kurang bagus. “Kami juga pernah melaporkan kasus dugaan malapraktik hingga menyebabkan pasien Riza Nova Rianti (9) meninggal dunia. Kami juga melapor karena pihak RSUZA tak bersedia memberi isi rekam medis perawatan Riza. Namun, laporan ini belum ditindaklanjuti polisi,” tulis Safaruddin dalam siaran pers yang diterima Serambi, Jumat kemarin. 

Terhadap kasus Bripda Mulya, Safaruddin menyarankan agar Kapolda Aceh mempelajari rekam medis Almarhumah Kartini binti Abdullah, ibunda Bripda Mulya. Apakah pasien yang mengalami pendarahan di kepala sudah mendapat pelayanan sesuai standar medis atau belum di RSUZA sehingga meninggal sebelum dioperasi. 

“Jika belum, itu namanya malapraktik medis. Sedangkan tindakan Bripda Mulya merupakan ungkapan emosi sesaat di luar kontrol. Dengan kejadian ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah Aceh dan DPRA,” harapnya. YARA juga berharap RSUZA membenahi manajemennya. Semua dokter harus masuk sesuai jadwal. Tujuannya agar pasien tak hanya dilayani dokter umum yang piket pada malam hari.(serambinews)

[ACEH] Ulama Aceh Utara Kecam Pengeroyokan Khatib

Tgk Saiful Bahri (serambinews)
LHOKSEUMAWE | ACEH MINUTES – Kasus pengeroyokan Tgk Saiful Bahri bin Ahmad (41) khatib Jumat Masjid Raya Keumala Kabupaten Pidie, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Kalangan Ulama Aceh Utara menilai tindakan pengeroyokan sebagai pelecehan terhadap agama Islam. Setidaaknya menjadi ancaman bagi pengembangan tegaknya syariat Islam di Aceh.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara, Tgk H Mustafa Ahmad kepadaSerambinews.com, Sabtu (10/9), meminta Polisi mengusut tuntas kasus tersebut. "Kalau benar khutbah tak menyimpang kepada seseorang pelaku atau tak ditujukan pada kelompok, maka pelakunya harus diusut," kata Tgk Mustafa.

Dikatakan, khutbah salah satu rukun untuk sah salat Jumat. Semua jamaah sedang dalam ibadah yang kalau ada sesuatu penyampaian dalam khutbah tidak diperkenankan memberi tanggapan dari pendengar dan tak boleh diinterfensi. Demikian juga khatib tidak membuat mimbar khutbah itu sebagai pelampiasan sakit hati yang ditujukan kepada seseorang.

Tgk H Misran Fuadi M.Ag, MAP. staf kantor Walikota Lhokseumawe yang tiap Jumat menyampaikan nasihat di mimbar khatib di berbagi masjid di kabupaten tersebut, menyesali tindakan pengeroyokan Tgk Saiful Bahri. Seharusnya hal tersebut tidak terjadi di dalam masjid terhadap seorang khatib yang sedang memberikan nasihat pada para jamaah Jumat.

"Khutbah itu satu ibadah. Sementara insiden itu terjadi sedang dalam ibadah, kalau memang ada persoalan itu, seharusnya harus di luar khutbah. Khatib dalam posisi penyampaian, tanpa tanggapan dan pendengar tak dibenarkan member tanggapan. Kalau memang ada yang tak berkenan dihati jamaah diselesaikan setelah itu, tidak dalam posisi jamaah dalam beribadah," jelas Tgk Misran.

Seperti diberitakan sebelumnya Polres Pidie menetapkan dua tersangka, yaitu Ilyas Abubakar dan Sabirin. Keduanya penduduk Desa Jijiem. "Mereka bukan warga Desa Cot Nuran seperti diberitakan, tapi berasal dari Jijiem," kata seorang tetua Desa Nuran, Kecamatan Keumala Pidie, memberi klarifikasi.

Sementara, Pimpinan Dayah Terpadu Darul Muhajirin Kota Lhokseumawe, Drs Tgk Abubakar Karim MH, minta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus itu.Karena sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan Islam di Aceh dan “ini pelecehan berat bagi ummat Islam,” tukasnya (serambinews)

[ACEH] Usut Tuntas Kasus Pemukulan Khatib Jumat

Tgk. Saiful bahri (serambinews)
BANDA ACEH | ACEH MINUTES Sekretaris Jendral Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Teungku Faisal Ali meminta polisi mengusut tuntas kasus pemukulan khatib salat Jumat di Masjid Raya Keumala Pidie, Jumat (9/9).

Polisi harus bekerja maksimal, biar kasus serupa tidak terulang lagi, kata Teungku Faisal Ali kepada acehkita.com, Jumat petang.

Menurut Teungku Faisal, kejadian itu sama sekali tidak bisa diterima akal sehat. Belanda saja yang orang kafir tidak melakukan hal begitu. Mereka menunggu sampai orang selesai salat, baru ditangkap, ujar Teungku yang akrab disapa Lem Faisal ini.

Lem Faisal menambahkan, kasus pemukulan khatib Jumat merupakan tindakan yang di luar perikemanusian dan sangat memalukan.

Tapi ini terjadi sekarang. Di mana marwah kita di mata masyarakat daerah lain, tambahnya. 

Lem Faisal sangat menyayangkan hal itu tejadi di Aceh yang tengah memberlakukan syariat Islam.

Untuk itu, ia mendesak polisi mengusut tuntas kasus pemukulan khatib tersebut karena telah mencoreng syariat Islam yang rahmatal lil alamin.

Lem Faisal juga mendesak agar para pelaku dihukum berat agar kasus serupa tak terulang lagi di masa mendatang. Jangan sampai ada upaya damai, katanya.

Seorang warga Keumala yang tidak mau disebutkan namanya juga meminta polisi segera menuntaskan kasus ini. Kasus ini jangan dipetieskan, kata dia.

Sementara itu, Kepolisian Resort Pidie bertindak cepat menangani kasus langka ini. Hingga kini, polisi telah memeriksa dua saksi, selain saksi korban.

Para saksi mengenal pelaku. Salah seorang di antaranya disebutkan pelakunya anggota dewan, kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Pidie AKP Jatmiko pada acehkita.com, Jumat malam. (Acehkita.com)

[ACEH] Ghazali Abbas: Pemukulan Tgk Saiful, Teroris Teroganisir

Tgk. Saiful bahri (serambinews)
SIGLI | ACEH MINUTES - Mantan anggota DPR-RI yang juga Ketua Partai PPAS, Drs. H. Ghazali Abbas Addan, menilai pemukulan yang terjadi terhadap Tgk Saiful saat memberi khutbah dini hari(9/9) di Pidie itu sangat keterlaluan. Dan umat Islam harus bangkit untuk melawan kelompok orang-orang tersebut, apa lagi Indonesia adalah negara hukum, tidak boleh main hakim sendiri.

Saya tidak mengatakan siapa dari kelompok tersebut, tetapi kalau mereka tersinggung dengan kata-kata Tgk Saifullah, seharusnya mereka bisa lapor ke polisi terkait pelecehan, jangan main pukul diatas mimbar, kata Ghazali Abbas Adan kepada The Globe Journal saat ditanyai pendapatnya, Jumat(9/9) malam.

Menurutnya, insiden itu sangat memalukan Aceh kepada Negara luar, masa PKI saja tidak pernah terjadi pemukulan seorang khatip diatas mimbar, tetapi sekarang malah tercipta sejarah baru di Aceh.

Itu teroris yang terorganisir yang mau merusak syiar Islam, apakah ini kekhususan Aceh? tanyanya.

Selain itu tambah Ghazali, dirinya telah menghubungi polres Pidie, katanya ada tiga jahitan diwajah Tgk Saiful akibat kena bogem saat khutbah tadi. Dan ini delik murni katanya, sama dengan teroris.

Kita harapkan penegak hukum cepat-cepat memproses masalah ini, kenapa kalau teroris kemarin sangat cepat, ini juga teroris, tukasnya.(Theglobejournal)